Minggu, 28 November 2010

PENDIDIKAN ISLAM DALAM PENDIDIKAN NASIONAL

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal yang sudah lama ada di Indonesia, namun yagn pertama muncul adalah sekolah-sekolah umum yang berada di bawah kekuasaan belanda. Sehingga pada masa kolonial Belanda tersebut muncul inisiatif sekolah tandingan berupa sekolah islam yang berupa madrasah atau pondok pesantern. Sistem yang diterapkan belum terakomudir dengan baik, masih berupa sisitem halaqah. Kurikulum pun belum ditetapkan. Sampai sekarang masih kita kenal yagn namanya dualisme yaitu sekolah umum dan sekolah agama.

Rumusan Masalah
Bagaimana pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional?

PEMBAHASAN

Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pengertian Pendidikan
Sebelum penulis mejabarkan pengertian tentang pendidikan Agama Islam, terlebih dahulu dikemukakan pengertian pendidikan itu sendiri, yaitu pendidikan dalam bahasa Arab adalah “tarbiyah” dengan kata kerjanya “rabba” kata pengajaran dalam bahasa Arab adalah “ta’lim” sedangkan dengan kata kerjanya “tarbiyah wa ta’lim”, sedangkan pendidikan Islam dalam bahasa arabnya adalah “tarbiyah Islamiyah”.

Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Islam ialah bimbingan yang dilakukan oleh seseorang yang dewasa kepada terdidik dalam masa pertumbuhan agar memiliki kepribadian muslim.”Ahmad Supari dan Sukarno memberikan pengertian pendidikan Agama Islam adalah pendidikan yagn berasakan ajaran dan tuntutan agama Isalm dalam usaha membina dan membentuk pribadi-pribadi muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT. Memiliki kemampuan dan kesanggupan memfungsikan potensi-potensi yang ada dalam dirinya dan alam sekitarnya. Pendidikan mengajarkan manusia berperilaku mulia, tidak ada permusuhan, saling mengahargai satu sama lain. Pendidikan menuntut manusia menjadi lebih manju dengan memfungsikan segala sesuatu yagn ada di dalam dirinya serta segala sesuatu yang ada disekitarnya, sehingga timbul kreatifitas

Tujuan Pendidikan Agama Islam
Tujuan adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. Segala sesuatu pasti memiliki tujuan yang akan dicapai, tanpa adanya tujuan semua yang dilakukan nihil atau hasilnya nol. Karena tidak tahu apa yang harus dilakukan dan target apa yang ingin dicapai.
Tujuan pendidikan adalah masalah sentral dalam pendidikan, sebab tanpa perumusan yang jelas tentang tujuan pendidikan, perbuatan menjadi acak-acakan, tanpa arah, bahkan ia sesat atau satu langkah. Oleh sebab itu pendidikan agama Islam harus selaras dengan tujuan atau acuan awal sehingga tercapainya tujuan pendidikan itu sendiri.
Tujuan pendidikan Islam adalah menanamkan sifat taqwa (menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya) akhlak yang mulai, sehingga muncul budi yang luhur menurut ajaran Islam. Maka jadikan ajaran islam menjadi landasan segala tindakan kita, segala apa yang diperintahkan Allah semuanya adalah untuk kebaikan kita. Allah tidak pernah mengambil keuntungan dari diri kita karena Dia maha segala-galanya dan maha sempurna.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah proses pembentukan kepribadian muslim, dengan membangun ketaqwaan dan meningkatkan keimanan, serta mendidik anak menjadi muslim yang beramal sholeh, berpengatahuan, terampil, kreatif yang berlandaskan pada ajaran Islam, demi mencapai keselamatan dunia dan akhirat.

Fungsi Pendidikan Agama Islam
Bila dilihat secara operasional, fungsi pendidikan sendiri dapat dilihat dari bentuk yaitu:

Alat untuk memelihara, memperluas dan menghubungkan tingkat-tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial, serta ide-ide masyarakat dan nasional.
Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi dan perkembangan. Pada garis besarnya upaya ini dilakukan melalui potensi ilmu pengetahuan dan skill yang dimiliki, serta melatih tenaga-tenaga manusia (peserta didik) yang produktif dalam menemukan pertimbangan, perubahan sosial dan ekonomi yang demikian dinamis.
Fungsi pendidikan agama Islam adalah menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas pendidikan tersebut dapat berjalan lancar. Sehingga tercipta insan yang kreatif, terampil yang bernafaskan Islam.

Duduknya Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional
Untuk meletakkan duduknya pendidikan Islam dalam siste pendidikan nasional perlu diklasifikasikan kepada tiga hal.
Pendidikan Islam Sebagai Lembaga
1. Lembaga Pendidikan Formal
A. Pendidikan Dasar (Pasal 17) menyebutkan:
Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yagn sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat.
B. Pendidikan Menengah (Pasal 18)
Pendidikan mengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat.
C. Pendidikan Tinggi (Pasal 20)
Pendidikan tinggi berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut tau universitas.
2. Lembaga Pendidikan Non Formal (Pasal 26)
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat dan majelis taklim serta satuan pendidikan sejenis.
3. Lembaga Pendidikan Informal (Pasal 27)
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan keluarga dan lingkungan berbentuk kegitan belajar secara mandiri.
.4. Pendidikan Usia Dini (Pasal 28)
Pendidikan usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), Raudathul Athfal (RA) atau bentuk lain yang derajat.
5. Pendidikan Keagamaan (Pasal 30)
Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan atau sekelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pendidikan keagamaan berfungsi mepersipakan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan atau menjadi ahli agama.
Pendidikan keagamaan diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal dan informal.
Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaya samena, dan bentuk lain yang sejenis.
Ketentuan mengenai pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah
Pendidikan islam Sebagai Mata pelajaan
Kurikulum disusun dengan jenjang pendidikan dalam kerangaka negara kesatuan. Republik Indonesia. Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:
Pendidikan agama
Pendidikan Kewarganegaraan
Bahasa
Matematika
Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahua Sosial
Seni dan Budaya
Pendidikan jasmani dan olahraga
Keterampilan/kejuruan
Muatan Lokal (Pasal 37 ayat (10
Kurikulum pendidikan tinggi wajib:
Pendidikan agama
Pendidkan kewarganegaraan
Bahasa
Nilai-Nilai Islami Dalam UU No. 20 Tahun 2003
Inti dari hakikat nilai-nilai adalah nilai yagn membawa kemaslahatan dan kesejahteraan bagi seluruh makhluk (sesuai konsep rahmatan lil’alamin), demokratis, egalitarian dan humanis. Diantara nilai-nilai tersebut adalah:

Pendidikan nasional adalah pendidikan pendidikan yagn berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan nasional bersifat demoratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif. Memberikan perhatian kepada peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Menekankan pentingnya pendidikan keluarga merupakan salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan seumur hidup
Pendidikan merupakan kewajiban bersama antara orang tua, masyarakat dan pemerintah.
Sebenarnya roh pendidikan Islam sudah lama ada dalam pendidikan Islam. Layaknya pancasila yang mengandung roh keislaman, khususunya pada sila pertama.

Kesimpulan
dari beberapa urain maka dapat kita ambil kesimpulan, bahwa pendidikan Islam yang terdapat pada sisitem pendidikan nasional adalah berupa :
Pendidikan Islam Sebagai Lembaga
Pendidikan islam Sebagai Mata pelajaan
Nilai-Nilai Islami Dalam UU No. 20 Tahun 2003


DAFTAR PUSTAKA
Daradjat, Zakiah, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992
Nizar Syamsul,Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers,2002
Putra Daulay, Haidar, Pendidikann Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Kencana, 2004
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia,1992
Shofan Moh., Pendidikan Berparadigma Profetik, Yogyakarta: Ircisod,2002,

KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM

Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu system pendidikan, karena itu kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan.

Kerangka Dasar Kurikulum Pendidikan Islam
Tauhid
Tauhid sebagai kerangka dasar utama kurikulum harus dimantapkan semenjak masih bayi-dimulai dengan memperdengarkan kalimat-kalimat tauhid seperti azan atau iqamah terhadap anak yang baru dilahirkan.

Perintah Membaca
Kerangka dasar selanjutnya adalah perintah “membaca” ayat-ayat Allah yang meliputi tiga macam ayat yaitu:
Ayat Allah yang berdasarkan wahyu
Ayat Allah yang ada pada diri manusia, dan
Ayat Allah yang terdapat di alam semesta diluar diri manusia
Ditinjau dari segi kurikulum, firman Allah itu merupakan bahan pokok pendidikan yang mencakup seluruh ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh manusia. Membaca selain melibatkan proses mental yang tinggi, pengenalan (cognition), ingatan (memory), pengamatan (perception), pengucapan (verbalization), pemikiran (reasoning), daya cipta (creativity) juga sekaligus merupakan bahan pendidikan itu sendiri.

Dasar kurikulum pendidikan islam:
Menurut Herman H. Home yaitu
Dasar psikologis, yang digunakan untuk memenuhi dan mengetahui kemampuan yang diperoleh dari pelajar dan kebutuhan anak didik ( the ability and needs of children)
Dasar sosiologis, yang digunakan untuk memenuhi tuntunan yang sah dari masyarakat (the legitimate demands of society)
Dasar filosofis, yang digunakan untuk mengetahui keadaan semesta/tempat kita hidup (the kind of universe in which we live)
Sementara itu, Iskandar Wiryono dan Usman Mulyadi menawarkan dasar-dasar kurikulum yang senada dengan dasar-dasar diatas.
Dari dua pendapat tentang dasar-dasar penyusunan kurikulum tersebut, nampaknya belum lengkap untuk dijadikan dasar kurikulum pendidikan islam. Hal ini karena pendidikan islam ada usaha-usaha untuk mengintegralisasikan nilai-nilai agama islam sebagai titik sentral tujuan dan proses pendidikan islam itu sendiri. Oleh karena itu yang menjadi dasar dalam penyusunan kurikulum pendidikan islam adalah :
Dasar Agama; dalam arti segala sistem yang ada dalam masyarakat termasuk pendidikan, harus meletakkan dasar falsafah, tujuan dan kurikulumnya pada dasar agama islam dengan segala aspeknya. Dasar agama ini dalam kurikulum pendidikan islam jelas harus didasarkan pada Al-Qur’an, al-Sunnah dan sumber-sumber yang bersifat furu lainnya.
Dasar falsafah; dasar ini memberikan pedoman bagi tujuan pendidikan islam secara filosofis sehingga tujuan, isi, dan organisasi kurikulum mengandung suatu kebenaran dan pendapat hidup dalam bentuk nilai-nilai yang diyakini sebagai suatu kebenaran, baik ditinjau dari segi ontology, epistimologi, maupun aksiologi.
Dasar psikologis; dasar ini memberikan landasan dalam perumusan kurikulum yang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan psikis peserta didik, sesuai dengan tahap kematangan dan bakatnya, memperhatikan kecakapan pemikiran dan perbedaan perseorangan antara satu peserta didik dengan lainnya.
Dasar social; dasar ini memberikan gambaran bagi kurikulum pendidikan islam yang tercermin pada dasar social yang mengandung ciri-ciri masyarakat islam dan kebudayaannya. Baik dari segi pengetahuan, nilai-nilai ideal, cara berpikir dan adat istiadat, seni dan sebagainya.
Dasar organisatoris; dasar ini memberikan landasan dalam penyusunan bahan pembelajaran beserta penyajiannya dalam proses pembelajaran beserta penyajiannya dalam proses pembelajaran.

Prinsip-prinsip Penyusunan Kurikulum
Prinsip berasaskan islam termasuk ajaran dan nilai-nilainya. Maka setiap yang berkaitan dengan kurikulum, termasuk falsafah, tujuan-tujuan, kandungan-kandungan, metode mengajar, cara-cara perlakuan, dan hubungan-hubungan yang berlaku dalam lembaga-lembaga pendidikan harus berdasarkan pada agama dan akhlak islam.
Prinsip mengarah kepada tujuan adalah seluruh aktivitas dalam kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan yang dirumuskan sebelumnya.
Prinsip (integritas) antara mata pelajaran, pengalaman-pengalaman, dan aktiviti yang terkandung didalam kurikulum, begitu pula dengan pertautan antara kandungan kurikulum dengan kebutuhan murid juga kebutuhan masyarakat.
Prinsip relevansi adalah adanya kesesuaian pendidikan dengan lingkungan hidup murid, relevansi dengan kehidupan masa sekarang dan akan datang, relevansi dengan tuntutan pekerjaan.
Prinsip fleksibilitas; adalah terdapat ruang gerak yang memberikan sedikit kebebasan dalam bertindak, baik yang berorientasi pada fleksibilitas pemilihan program pendidikan maupun dalam mengembangkan program pengajaran.
Prinsip integritas; adalah kurikulum tersebut dapat menghasilakn manusia seutuhya, manusia yang mampu mengintegrasikan antara fakultas zikir dan fakultas pikir, serta manusia yang dapat menyalaraskan struktur kehidupan dunia dan stuktur kehidupan diakhirat.
Prinsip efesiensi adalah agar kurikulum dapat mendayagunakan waktu, tenaga, dana, dan sumber lainnya secara cermat tepat, memadai dan dapat memenuhi harapan.
Prinsip kontinuitas dan kemitraan adalah bagaimana susunan kurikulum yang terjadi yang terdiri dari bagian yang berkelanjutan dengan kaitan-kaitan kurikulum lainnya, baik secara vertical (perjenjangan tahapan) maupun secara horizontal.
Prinsip individualitas adalah bagaimana kurikulum memperhatikan perbedaan pembawaan dan lingkungan anak pada umumnya yang meliputi seluruh aspek pribadi anak didik, seperti perbedaan jasmani, watak inteligensi, bakat serta kelebihan dan kekurangannya.
Prinsip kesamaan memperoleh kesempatan, dan demokrasi adalah bagaimana kurikulum dapat memberdayakan semua peserta didik memperoleh pengetahuan.
Prinsip kedinamisan adalah kurikulum itu tidak statis, tetapi dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan perubahan social.
Prinsip keseimbangan adalah bagaimana kurikulum dapat mengembangkan sikap potensi peserta didik secara harmonis.
Prinsip efektivitas adalah agar kurikulum dapat menunjang efektivitas guru yang mengajar dan peserta didik yang belajar.

Klasifikasi Ilmu Dalam Kurikulum Pendidikan Islam
Al-Ghazali membagi ilmu pengetahuan menjadi tiga kelompok ilmu yaitu:
Ilmu yang tercela banyak atau sedikit. Ilmu ini tak ada manfaatnya bagi manusia didunia maupun diakhirat, misalnya ilmu sihir nujum dan perdukunan. Nilai ilmu ini dipelajari akan membawa mudharat dan akan meragukan kebenaran akan adanya Allah. Oleh karena itu jauhilah ilmu tersebut.
Ilmu yang terpuji, banyak atau sedikit, misalnya ilmu tauhid, ilmu agama. Ilmu ini bila dipelajari akan membawa orang kepada jiwa yang suci bersih dari kerendahan dan keburukan serta dapat mendekatkan diri kepada Allah.
Ilmu yang terpuji pada taraf tertentu yang tidak boleh dialami, karena ilmu ini dapat membawa kepada kegoncangan iman, misalnya ilmu filsafat.
Ibnu Kaldun membagi ilmu menjadi tiga macam yaitu:
Ilmu lisan (bahasa) yaitu ilmu lugha, nahwu, bayan dan satra (adab) atau bahasa yang tersusun secara puitis (syair)
Ilmu naqli yaitu ilmu yang diambil dari kitab suci dan sunnah nabi. Ilmu ini berupa membaca kitab suci Al-Qur’an dan tafsirnya sanad hadist, dan pentashihannya serta istinbat tentang qanun-qanun fiqh. Dengan ilmu ini manusia akan dapat mengetahui hokum-hukum Allah yang diwajibkan atas manusia.
Ilmu aqly yaitu ilmu yang dapat menunjukkan manusia mempergunakan daya pikir atau kecerdasannya kepada filsafat dan semua ilmu pengetahuan.
Ibnu Sina; ilmu pengetahuan itu ada dua jenis yaitu ilmu nazhari (teoritis) dan ilmu amali (praktis), yang tergolong dalam ilmu nadhory ialah ilmu alam, dan ilmu riyadhi (ilmu urai atau matematika). Ilmu ilahi (ketuhanan) yaitu ilmu yang mengandung I’tibar tentang wujud kejadian alam dan isinya melalui penganalisaan yang jelas dan jujur sehingga diketahui siapa penciptanya.
Orientasi Kurikulum Pendidikan islam
Kurikulum pendidikan islam berorientasi kepada:
Orientasi pelestarian nilai
Dalam pandangan islam, nilai terbagi atas dua macam, yaitu nilai yang turun dari Allah swt yang disebut dengan nilai ilahiah dan nilai yang tumbuh dan berkembang dari peradaban manusia sendiri yang disebut dengan nilai insaniah. Kedua nilai tersebut selanjutnya membentuk norma-norma atau kaidah-kaidah kehidupan yang dianut dan melembaga pada masyaraka yang mendukungnya.
Orientasi pada peserta didik

1. Orientasi ini diarahkan pada pembinaan tiga dimensi peserta didiknya.
Dimensi kepribadian sebagai manusia, yaitu kemampuan untuk menjaga integritas antara sikap, tingkah laku, etika dan moralitas.
Dimensi produktivitas yang menyangkut apa yang dihasilkan anak didik dalam jumlah yang lebih banyak kualitas yang lebih baik setelah ia menamatkan pendidikannya.
Dimensi kreativitas yang menyangkut kemampuan anak didik untuk berpikir dan berbuat, menciptakan sesuatu yang berguna bagi diri sendiri dan masyarakat.
2. Orientasi pada masa depan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Kemajuan suatu jaman ditandai oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi seta produk-produk yang dihasilkannya.
3. Orientasi pada social ekonomi; Masyarakat yang maju adalah masyarakat yang ditandai oleh munculnya berbagai peradaban dan kebudayaan sehingga masyarakat tersebut mengalami perubahan dan perkembangan yang pesat walaupun perkembangan itu tidak mencapai pada titik kulminasi. Hal ini karena kehidupan adalah berkembang, tanpa perkembangan berarti tidak ada kehidupan.
4. Orientasi pada tenaga kerja; Manusia sebagai makhluk bioligis mempunyai unsur mekanisme jasmani yang membutuhkan kebutuhan-kebutuhan lahiriah, misalnya makan-minum, bertempat tinggal yang layak, dll. Kebutuhan-kebutuhan tersebut harus dipenuhi secara layak, dan salah satu diantaranya persiapan untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan yang layak adalah melalui pendidikan.
5. Orientasi penciptaan lapangan kerja; Orientasi pada penciptaan lapangan kerja. Orientasi ini tidak hanya memberikan arahan kepada kurikulum bagaimana menciptakan peserta didik yang terampil agar dapat mengisi lapangan kerja didalam masyarakat-tetapi mengingat terbatasnya lapangan kerja., maka kurikulum hendaknya dapat pula menciptakan peserta didik yang dapat membuat lapangan kerja baru yang dapat menyerap tenaga kerja terutama dirinya dan orang lain.
KRITIKAN KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM (KELOMPOK)
Dari uraian diatas, maka kami dapat melihat bahwa kurikulum pendidikan islam itu begitu amat penting untuk dilaksanakan. Kurikulum pendidikan islam itu dapat membentuk manusia yang berguna bagi bangsa dan Negara. Karena jika dilhat dari tujuan pendidikan disuatu bangsa atau Negara, itu ditentuka juga oleh falsafah dan pandangan hidup bangsa dan Negara tersebut. Berbedanya falsafah dan pandangan hidup suatu bangsa dan Negara menyebabkan berbeda pula tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan tersebut dan sekaligus akan berpengaruh terhadap Negara tersebut.
Peserta didik harus dapat memahami kurikulum pendidikan islam yang akan di kembangkannya. Dengan memahami kurikulum tersebut, para pendidika dapat memilih dan menentukan tujuan pembelajaran, metode, teknik, media pengajaran dan lainnya yang sesuai dengan apa yang diperlukannya. Oleh karena itu sudah sewajarnya para pendidik dan tenaga pelajar islam memahami kurikulum serta berusaha mengembangkannya.
Adapun kerangka dasar kurikulum pendidikan islam sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa betapa pentingnya suatu kurikulum itu harus di landaskan kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah agar suatu pendidikan dapat mencapai tujuan yang bersifat integritas dan komprehensif sehingga dengan berlandaskannya terhadap Al-Qur’an dan as-Sunnah suatu kurikulum itu dapat dijadikan sumber utama pendidikan islam yang berisi kerangka dasar yang dapat dijadikan sebagai acuan operasional penyususnan dan pengembangan kurikulum pendidikan islam.
Adapun dasar-dasar kurikulum yaitu suatu pendidikan itu sangat berperan tehadap tujuan pendidikan yang diharapkan, sebagaimana harus mempunyai dasar-dasar yang merupakan kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk materi kurikulum dan susunan-susunannya. Dengan begitu, suatu kurikulum pendidikan islam dapat membentuk kualitas yang diharapkannya guna dalam meningkatkan peserta didik yang dapat mengembangkan suatu kemampuannya masing-masing.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kurikulum pendidikan islam merupakan suatu komponen yang didalamnya terdapat kerangka dasar kurikulum pendidikan islam,dasar kurikulum pendidikan islam, prinsip-prinsip penyusunan kurikulum pendidikan islam, klasifikasi ilmu dalam kurikulum pendidikan islam dan orientasi kurikulum pendidikan islam, yang harus dikembangkan guna mengembangkan peserta didik yang dapat berusaha dengan baik untuk meningkatkan suatu tujuan pendidikan yang tepat guna. Sehingga dengan begitu, pendidikan islam dapat berhasil terhadap apa yang diharapkan sesuai dengan metode dan cara-cara yang digunakan dalam mengembangkan suatu system kurikulum pendidikan islam tersebut.

Model-model Pembelajaran

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
Dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran yang dianggap sesuai dengan tuntutan Kurikukum Berbasis Kompetensi; yaitu : (1) Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning); (2) Bermain Peran (Role Playing); (3) Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning); (4) Belajar Tuntas (Mastery Learning); dan (5) Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction). Sementara itu, Gulo (2005) memandang pentingnya strategi pembelajaran inkuiri (inquiry).
Di bawah ini akan diuraikan secara singkat dari masing-masing model pembelajaran tersebut.
A. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning)
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning) atau biasa disingkat CTL merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan nyata, sehingga peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar.
Dengan mengutip pemikiran Zahorik, E. Mulyasa (2003) mengemukakan lima elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, yaitu :
Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik
Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secara khusus (dari umum ke khusus)
Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara: (a) menyusun konsep sementara; (b) melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain; dan (c) merevisi dan mengembangkan konsep.
Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekan secara langsung apa-apa yang dipelajari.
Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.
B. Bermain Peran (Role Playing)
Bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik. Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi, kemampuan kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian
Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi parasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Dengan mengutip dari Shaftel dan Shaftel, E. Mulyasa (2003) mengemukakan tahapan pembelajaran bermain peran meliputi : (1) menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik; (2) memilih peran; (3) menyusun tahap-tahap peran; (4) menyiapkan pengamat; (5) menyiapkan pengamat; (6) tahap pemeranan; (7) diskusi dan evaluasi tahap diskusi dan evaluasi tahap I ; (8) pemeranan ulang; dan (9) diskusi dan evaluasi tahap II; dan (10) membagi pengalaman dan pengambilan keputusan.


C. Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning)
Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning) merupakan model pembelajaran dengan melibatkan peserta didik secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Dengan meminjam pemikiran Knowles, (E.Mulyasa,2003) menyebutkan indikator pembelajaran partsipatif, yaitu : (1) adanya keterlibatan emosional dan mental peserta didik; (2) adanya kesediaan peserta didik untuk memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan; (3) dalam kegiatan belajar terdapat hal yang menguntungkan peserta didik.
Pengembangan pembelajaran partisipatif dilakukan dengan prosedur berikut:
Menciptakan suasana yang mendorong peserta didik siap belajar.
Membantu peserta didik menyusun kelompok, agar siap belajar dan membelajarkan
Membantu peserta didik untuk mendiagnosis dan menemukan kebutuhan belajarnya.
Membantu peserta didik menyusun tujuan belajar.
Membantu peserta didik merancang pola-pola pengalaman belajar.
Membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar.
Membantu peserta didik melakukan evaluasi diri terhadap proses dan hasil belajar.
D. Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Belajar tuntas berasumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat semua peserta didik mampu belajar dengan baik, dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari. Agar semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi pembelajaran yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran harus diorganisir secara spesifik untuk memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan belajar tertentu,dan penguasaan bahan yang lengkap untuk semua tujuan setiap satuan belajar dituntut dari para peserta didik sebelum proses belajar melangkah pada tahap berikutnya. Evaluasi yang dilaksanakan setelah para peserta didik menyelesaikan suatu kegiatan belajar tertentu merupakan dasar untuk memperoleh balikan (feedback). Tujuan utama evaluasi adalah memperoleh informasi tentang pencapaian tujuan dan penguasaan bahan oleh peserta didik. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan dimana dan dalam hal apa para peserta didik perlu memperoleh bimbingan dalam mencapai tujuan, sehinga seluruh peserta didik dapat mencapai tujuan ,dan menguasai bahan belajar secara maksimal (belajar tuntas).
Strategi belajar tuntas dapat dibedakan dari pengajaran non belajar tuntas dalam hal berikut : (1) pelaksanaan tes secara teratur untuk memperoleh balikan terhadap bahan yang diajarkan sebagai alat untuk mendiagnosa kemajuan (diagnostic progress test); (2) peserta didik baru dapat melangkah pada pelajaran berikutnya setelah ia benar-benar menguasai bahan pelajaran sebelumnya sesuai dengan patokan yang ditentukan; dan (3) pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik yang gagal mencapai taraf penguasaan penuh, melalui pengajaran remedial (pengajaran korektif).
Strategi belajar tuntas dikembangkan oleh Bloom, meliputi tiga bagian, yaitu: (1) mengidentifikasi pra-kondisi; (2) mengembangkan prosedur operasional dan hasil belajar; dan (3c) implementasi dalam pembelajaran klasikal dengan memberikan “bumbu” untuk menyesuaikan dengan kemampuan individual, yang meliputi : (1) corrective technique yaitu semacam pengajaran remedial, yang dilakukan memberikan pengajaran terhadap tujuan yang gagal dicapai peserta didik, dengan prosedur dan metode yang berbeda dari sebelumnya; dan (2) memberikan tambahan waktu kepada peserta didik yang membutuhkan (sebelum menguasai bahan secara tuntas).
Di samping implementasi dalam pembelajaran secara klasikal, belajar tuntas banyak diimplementasikan dalam pembelajaran individual. Sistem belajar tuntas mencapai hasil yang optimal ketika ditunjang oleh sejumlah media, baik hardware maupun software, termasuk penggunaan komputer (internet) untuk mengefektifkan proses belajar.

E. Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction)
Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional dan terarah untuk digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para guru.
Pembelajaran dengan sistem modul memiliki karakteristik sebagai berikut:
Setiap modul harus memberikan informasi dan petunjuk pelaksanaan yang jelas tentang apa yang harus dilakukan oleh peserta didik, bagaimana melakukan, dan sumber belajar apa yang harus digunakan.
Modul meripakan pembelajaran individual, sehingga mengupayakan untuk melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta didik. Dalam setiap modul harus : (1) memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar sesuai dengan kemampuannya; (2) memungkinkan peserta didik mengukur kemajuan belajar yang telah diperoleh; dan (3) memfokuskan peserta didik pada tujuan pembelajaran yang spesifik dan dapat diukur.
Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran seefektif dan seefisien mungkin, serta memungkinkan peserta didik untuk melakukan pembelajaran secara aktif, tidak sekedar membaca dan mendengar tapi lebih dari itu, modul memberikan kesempatan untuk bermain peran (role playing), simulasi dan berdiskusi.
Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta didik dapat menngetahui kapan dia memulai dan mengakhiri suatu modul, serta tidak menimbulkan pertanyaaan mengenai apa yang harus dilakukan atau dipelajari.
Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan belajar peserta didik, terutama untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik dalam mencapai ketuntasan belajar.
Pada umumnya pembelajaran dengan sistem modul akan melibatkan beberapa komponen, diantaranya : (1) lembar kegiatan peserta didik; (2) lembar kerja; (3) kunci lembar kerja; (4) lembar soal; (5) lembar jawaban dan (6) kunci jawaban.
Komponen-komponen tersebut dikemas dalam format modul, sebagai beriku:
Pendahuluan; yang berisi deskripsi umum, seperti materi yang disajikan, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai setelah belajar, termasuk kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul tersebut.
Tujuan Pembelajaran; berisi tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai peserta didik, setelah mempelajari modul. Dalam bagian ini dimuat pula tujuan terminal dan tujuan akhir, serta kondisi untuk mencapai tujuan.
Tes Awal; yang digunakan untuk menetapkan posisi peserta didik dan mengetahui kemampuan awalnya, untuk menentukan darimana ia harus memulai belajar, dan apakah perlu untuk mempelajari atau tidak modul tersebut.
Pengalaman Belajar; yang berisi rincian materi untuk setiap tujuan pembelajaran khusus, diikuti dengan penilaian formatif sebagai balikan bagi peserta didik tentang tujuan belajar yang dicapainya.
Sumber Belajar; berisi tentang sumber-sumber belajar yang dapat ditelusuri dan digunakan oleh peserta didik.
Tes Akhir; instrumen yang digunakan dalam tes akhir sama dengan yang digunakan pada tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul
Tugas utama guru dalam pembelajaran sistem modul adalah mengorganisasikan dan mengatur proses belajar, antara lain : (1) menyiapkan situasi pembelajaran yang kondusif; (2) membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami isi modul atau pelaksanaan tugas; (3) melaksanakan penelitian terhadap setiap peserta didik.
F. Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Joyce (Gulo, 2005) mengemukakan kondisi- kondisi umum yang merupakan syarat bagi timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu : (1) aspek sosial di dalam kelas dan suasana bebas-terbuka dan permisif yang mengundang siswa berdiskusi; (2) berfokus pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya; dan (3) penggunaan fakta sebagai evidensi dan di dalam proses pembelajaran dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta, sebagaimana lazimnya dalam pengujian hipotesis,
Proses inkuiri dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
Merumuskan masalah; kemampuan yang dituntut adalah : (a) kesadaran terhadap masalah; (b) melihat pentingnya masalah dan (c) merumuskan masalah.
Mengembangkan hipotesis; kemampuan yang dituntut dalam mengembangkan hipotesis ini adalah : (a) menguji dan menggolongkan data yang dapat diperoleh; (b) melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis; dan merumuskan hipotesis.
Menguji jawaban tentatif; kemampuan yang dituntut adalah : (a) merakit peristiwa, terdiri dari : mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan mengevaluasi data; (b) menyusun data, terdiri dari : mentranslasikan data, menginterpretasikan data dan mengkasifikasikan data.; (c) analisis data, terdiri dari : melihat hubungan, mencatat persamaan dan perbedaan, dan mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan keteraturan.
Menarik kesimpulan; kemampuan yang dituntut adalah: (a) mencari pola dan makna hubungan; dan (b) merumuskan kesimpulan
Menerapkan kesimpulan dan generalisasi
Guru dalam mengembangkan sikap inkuiri di kelas mempunyai peranan sebagai konselor, konsultan, teman yang kritis dan fasilitator. Ia harus dapat membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok, serta memberi kemudahan bagi kerja kelompok.